Uang kertas Rp.1000 dan Rp.100.000 sama-sama terbuat dari
kertas, sama-sama di cetak serta diedarkan oleh Bank Indonesia. Secara kasat
mata mereka memang tidak memiliki perbedaan yang mencolok. Secara bersamaan
mereka dibuat, keluar dan beredar di tengah-tengah masyarakat melalui Bank
Indonesia.
Beberapa bulan kemudian, secara tidak sengaja mereka bertemu di salah satu dompet seorang anak muda. Kemudian, terjadilah percakapan diantara mereka,
Rp.100.000 bertanya kepada Rp.1000. “Kenapa badan kamu begitu lusuh, kotor dan bau?!”.
Lalu di jawab oleh uang Rp.1000, “Karena, setelah aku keluar dari Bank, aku langsung berada di tangan orang-orang bawahan. Dari tukang becak, tukang ojek, tukang parkir, penjual sayur, penjual ikan, bahkan sampai di tangan pengemis”.
Lalu uang Rp.1000 bertanya kembali kepada Rp.100.000. “Kenapa kamu masih tampak kelihatan seperti masih baru, rapi dan bersih??”.
Di jawab oleh uang Rp.100.000. “Karena begitu aku keluar dari bank, aku langsung di sambut wanita-wanita cantik, dan aku beredar di mall, restoran mahal, atau hotel berbintang. Keberadaanku sangatlah di jaga dan terkadang jarang keluar dari dalam dompet”.
Lalu uang Rp.1000 bertanya lagi, “Pernahkah kamu mampir di tempat ibadah?”.
“Belum pernah”, kata si Rp.100.000.
Lalu Rp.1000 pun berkata, “Ketahuilah, meskipun keadaanku sekarang seperti ini, namun setiap hari aku selalu mampir di masjid-masjid, berada di tangan anak-anak yatim. Bahkan aku selalu bersyukur kepada Tuhan. Aku tidaklah di pandang sebagai nilai oleh para manusia, namun aku di pandang sebagai MANFAAT”.
Akhirnya,, menangislah Rp.100.000. Karena ia tersadar telah merasa besar, hebat, tinggi, tapi tidaklah begitu bermanfaat selama ini.
Semoga cerita di atas dapat kita ambil hikmahnya agar kita menjadi manusia yang lebih baik dibanding sebelum-sebelumnya. Aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin.
Sumber : Facebook
Beberapa bulan kemudian, secara tidak sengaja mereka bertemu di salah satu dompet seorang anak muda. Kemudian, terjadilah percakapan diantara mereka,
Rp.100.000 bertanya kepada Rp.1000. “Kenapa badan kamu begitu lusuh, kotor dan bau?!”.
Lalu di jawab oleh uang Rp.1000, “Karena, setelah aku keluar dari Bank, aku langsung berada di tangan orang-orang bawahan. Dari tukang becak, tukang ojek, tukang parkir, penjual sayur, penjual ikan, bahkan sampai di tangan pengemis”.
Lalu uang Rp.1000 bertanya kembali kepada Rp.100.000. “Kenapa kamu masih tampak kelihatan seperti masih baru, rapi dan bersih??”.
Di jawab oleh uang Rp.100.000. “Karena begitu aku keluar dari bank, aku langsung di sambut wanita-wanita cantik, dan aku beredar di mall, restoran mahal, atau hotel berbintang. Keberadaanku sangatlah di jaga dan terkadang jarang keluar dari dalam dompet”.
Lalu uang Rp.1000 bertanya lagi, “Pernahkah kamu mampir di tempat ibadah?”.
“Belum pernah”, kata si Rp.100.000.
Lalu Rp.1000 pun berkata, “Ketahuilah, meskipun keadaanku sekarang seperti ini, namun setiap hari aku selalu mampir di masjid-masjid, berada di tangan anak-anak yatim. Bahkan aku selalu bersyukur kepada Tuhan. Aku tidaklah di pandang sebagai nilai oleh para manusia, namun aku di pandang sebagai MANFAAT”.
Akhirnya,, menangislah Rp.100.000. Karena ia tersadar telah merasa besar, hebat, tinggi, tapi tidaklah begitu bermanfaat selama ini.
Jd bukan seberapa besar penghasilan kita, tetapi seberapa
bermanfaat penghasilannya dipakai untuk memuliakan TUHAN dan sebagai Channel of
blessing bagi orang yg tdk mampu.
Karena kekayaan bukanlah utk kesombongan!!! dan Kekayaan didunia hanya sementara.
Karena kekayaan bukanlah utk kesombongan!!! dan Kekayaan didunia hanya sementara.
Semoga cerita di atas dapat kita ambil hikmahnya agar kita menjadi manusia yang lebih baik dibanding sebelum-sebelumnya. Aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin.
Sumber : Facebook
0 comments:
Post a Comment